Pemerintah Tolak Keras Sawit Ri Dituding Rusak Hutan! Ini Alasannya

Jakarta –
Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian memastikan kelapa sawit bukan komoditas yang menghancurkan hutan. Hal itu dilihat dari hutan Indonesia yang masih jauh lebih banyak dibandingkan lahan kelapa sawit yg ada dikala ini.
Hal itu dibilang Staf Ahli Konektivitas, Pengembangan Jasa dan Sumber Daya Alam Kemenko Perekonomian Musdalifah Mahmud. Dia mengatakan produk kelapa sawit tidak menghancurkan sumber daya alam.
“Kita sampaikan kami bukan perusak hutan, (bukan) perusak sumber daya alam sebab kalian milik segala apa yg menurut mereka habis. Indonesia masih banyak,” kata Musdalifah dalam Ulang Tahun GAPKI ke-43 di Ayana Midplaza Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Baca juga: Pengusaha Sawit Diminta Bantu Tanam Padi Pakai Sistem Tumpang Sari |
“Mereka bilang kalian menghancurkan hutan, hutan kita masih 120 juta. Mereka bilang kita menghancurkan plasma nutfah, kita masih milik baik insitu dan eksitu, baik di dalam hutan itu sendiri rumahnya hingga 27 juta hektare, kelapa sawit hanya 16 juta hektare. Itu semua mesti kalian sampaikan dan kami suarakan,” tambahnya.
Menurut Musdalifah, sawit Indonesia yakni komoditas yg utama buat kehidupan insan baik di dalam negeri maupun global. Di segi yang lain kerikil sandungan hadir di saat timbul regulasi penjegal dari Uni Eropa tentang EU Deforestation-free Regulation (EUDR).
“Mudah-mudahan dengan kian keras kalian menyodorkan kelapa sawit kita, kian keras juga yg mereka berikan ke kami. Kalau lalu belum ada regulasi, kini ada EUDR. EUDR ini alhamdulillah nyaris semua negara produsen menolak, kini Indonesia dengan joint task force, sebab kalian punya join task force malah segala menyaksikan apa yg dijalankan Indonesia,” ujar Musdalifah.
Sejak pertengahan 2023 dulu, Indonesia dan Malaysia sepakat membentuk Satuan Tugas menangani permasalahan penetapan EUDR. Ketentuan itu mengendalikan pelanggan di Uni Eropa untuk tidak berbelanja produk yg terkait deforestasi dan degradasi hutan.
Penerapan itu dijadwalkan mulai berlaku mulai 2025, di mana produk ekspor menyerupai minyak sawit beserta produk turunannya, arang, kakao, kopi, kedelai, kayu, karet dan kertas mulai mengalami kesusahan masuk ke pasar Eropa.
“Kita mesti kompak dan jangan saling hilangkan faedah dan tugas 1-2 orang sebab kita mau lebih eksis, tetapi kita berjuang bersama-sama, kami dorong segala aspek,” tegas Musdalifah.